Written by Iqbal Kautsar
E-mail Print PDF
Belum lama ini, Malaysia mengklaim tari Pendet sebagai bagian budaya mereka. Klaim ini tentu sangat memerahkan telinga bangsa Indonesia. Jelas-jelas tari pendet adalah identitas budaya Suku Bali, tetapi oleh mereka dengan enaknya dimasukkan menjadi budaya mereka. Bahkan, tanpa sepengetahuan kita, tari Pendet dijadikan alat promosi internasional visit year-nya kepada wisatawan asing agar berkunjung ke Malaysia.
Tindakan tidak beradab ini tentu menambah deretan panjang budaya kita yang diklaim negara lain, terutama Malaysia. Sebelumnya, Negeri Jiran mengklaim batik, Reog Ponorogo, alat musik angklung, Hombo Batu, lagu daerah Rasa Sayange dan Tari Folaya. Kekayaan budaya Indonesia yang telah berabad-abad berinternalisasi dalam kehidupan masyarakat daerah, dengan instannya diaku budaya Malaysia.
Akan tetapi, tindakan klaim ini sebenarnya bukan sepenuhnya salah negara tetangga. Sebagai bangsa yang arif, alangkah baiknya kita merefleksikan keadaan diri sendiri. Apa saja kesalahan bangsa ini sehingga kecolongan budaya seperti ini bisa terus terjadi? Dan, tentunya pemuda sebagai generasi harapan bangsa musti mengakui jika ini juga adalah bagian dari kesalahan mereka. Pemuda musti sadar, klaim budaya oleh bangsa asing adalah akibat ketidakpedulian pemuda Indonesia untuk merawat kebudayaan sendiri.
Realitas membuktikan bahwa pemuda saat ini telah banyak yang lupa dan tak acuh atas eksistensi budaya Indonesia. Kebudayaan asli yang arif dan luhur dipinggirkan, terkalahkan budaya barat yang serba instan. Jika dari para pemudanya tidak memahami dan menghargainya, sudah barang tentu kebudayaan bangsa menjadi hal yang rapuh dan lapuk termakan faktor internalnya. Negara lain lah yang akhirnya memanfaatkan potensi budaya kita.
Agar kejadian ini tak terjadi lagi, upaya yang musti dilakukan adalah merevitalisasi partisipasi pemuda dalam bidang kebudayaan. Pemuda lah yang harus bertindak sebagai ujung tombak pelestarian budaya Indonesia! Ini adalah sebuah keharusan karena pemuda merupakan sosok utama yang diberi tanggung jawab untuk melanjutkan sejarah suatu bangsa. Jikalau pemudanya peduli dan giat mengembangkan budaya, maka kebudayaan suatu bangsa akan terus berlanjut dan meningkat seiring perkembangan zaman. Sebaliknya, jika sudah tak ada yang peduli, maka kebudayaan bangsa pun akan menjadi sejarah lampau yang menarik didongengkan untuk generasi berikutnya.
Harusnya, pemuda masa kini berkaca pada upaya pemuda masa lampau yang sangat gigih memperjuangkan kebudayaan kita. Tentu kita ingat peristiwa Sumpah Pemuda 81 tahun silam, kebudayaan menjadi poin utama yang diperjuangkan para pemuda waktu itu.
Sadarlah, wahai para pemuda zaman sekarang! Kita tentu tak ingin ada lagi kekayaan budaya bangsa kita yang diklaim bangsa lain. Kebudayaan adalah jati diri sebuah bangsa. Jika pemuda tak lagi melestarikan, maka di masa depan, jati diri bangsa ini pun hilang. Tegakah kita menghilangkan warisan agung cipta, karya, dan karsa budaya yang dibangun dan dilestarikan leluhur kita berabad-abad, hanya karena pemudanya kini tak lagi pedulikannya?
Tentu, hal itu tak boleh terjadi. Pemuda Indonesia harus berubah dan mulai peduli pada kebudayaannya sekarang juga. Biarlah kesalahan dalam memperlakukan budaya diakhiri sampai di sini saja. Haruslah peristiwa klaim budaya Malaysia ini sebagai cambuk awal pemuda untuk lebih menghargai kebudayaan bangsa!
Partisipasi aktif kebudayaan oleh pemudanya pun akhirnya akan menjadikan bangsa ini semakin kuat di dunia internasional. Ingat! Bangsa yang maju bermula dari kepedulian pemudanya merawat kebudayaan bangsa. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, maka ujung tombaknya pun ada di tangan pemuda. Pemuda, giatkanlah kebudayaan untuk kemajuan bangsa ini!
Senin, 12 April 2010
ujung tombak pelestarian budaya bangsa
Diposting oleh kebudayaan indonesia di 18.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar